Sabtu, 01 Oktober 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN


a.         Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

b.         Angka kejadian dan diagnosis

Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).

c.         Etiologi dan karakteristik

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta  kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

d.        Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
 

e.         Terapi dan Penatalaksanaan

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

f.          Diagnosis banding

Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).

g.         Tanda dan gejala yang muncul

1.    Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2.    Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3.    Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4.    Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
5.    Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6.    Abdominal pain,  nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7.    Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8.    Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9.    Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

h.         Pengkajian terutama pada jalan nafas

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
Pola, cepat (tachynea) atau normal.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
 Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).

i.           Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

j.           Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi

1.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a.    Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
b.    Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
c.    Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
d.   Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e.    Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
f.     Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.

2.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a.    Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
b.    Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
c.    Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d.   Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e.    Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
f.     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
g.    Berikan kelembaban udara yang cukup.
h.    Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
3.    Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
a.    Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b.    Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c.    Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d.   Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e.    Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f.     Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II   book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc

Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TETANUS


A.     Defenisi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka

B.     Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

C.     Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

D.     Gejala klinis
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.

E.      Pemeriksaan diagnostik
1.       Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2.       Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L

F.      Komplikasi
1.       Bronkopneumoni
2.       Asfiksia dan sianosis

G.     Pengobatan
1.       Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U
2.       Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma
3.       Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari

H.     Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1.       Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2.       Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3.       Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4.       Pemberian anti tetanus serum

I.        Proses Keperawatan
1.       Pengkajian
a.       Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
b.       Identitas orang tua:
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
c.       Identitas sudara kandung
2.       Keluhan utama/alasan masuk RS.
3.       Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang
b.       Riwayat kesehatan masa lalu
Ø  Ante natal care
Ø  Natal
Ø  Post natal care
c.       Riwayat kesehatan keluarga
4.       Riwayat imunisasi
5.       Riwayat tumbuh kembang
Ø  Pertumbuhan fisik
Ø  Perkembangan tiap tahap
6.       Riwayat Nutrisi
Ø  Pemberin asi
Ø  Susu Formula
Ø  Pemberian makanan tambahan
Ø  Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
7.       Riwayat Psikososial
8.       Riwayat Spiritual
9.       Reaksi Hospitalisasi
Ø  Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap
10.   Aktifitas sehari-hari
Ø  Nutrisi
Ø  Cairan
Ø  Eliminasi BAB/BAK
Ø  Istirahat tidur
Ø  Olahraga
Ø  Personal Hygiene
Ø  Aktifitas/mobilitas fisik
Ø  Rekreasi
11.   Pemeriksaan Fisik
Ø  Keadaan umum klien
Ø  Tanda-tanda vital
Ø  Antropometri
Ø  Sistem pernafasan
Ø  Sistem Cardio Vaskuler
Ø  Sistem Pencernaan
Ø  Sistem Indra
Ø  Sistem muskulo skeletal
Ø  Sistem integumen
Ø  Sistem Endokrin
Ø  Sistem perkemihan
Ø  Sistem reproduksi
Ø  Sistem imun
Ø  Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
12.   Pemeriksaan tingkat perkembangan
Ø  0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial)
Ø  6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
13.   Tes Diagnostik
14.   Terapi

J.        Diagnosa Keperawatan
1.       Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mukus
2.       Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
3.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
4.       Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
5.       Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
6.       Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas tatanuslysin
7.       Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
8.       Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang
9.       Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang

Rencana Keperawatan dan Rasional
1.       Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mukus.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
Intervensi
Rasional
a.       Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
b.       Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan sekret
c.       Gunakan sudip lidah saat kejang
d.      Miringkan ke samping untuk drainage
e.       Observasi oksigen sesuai program
f.        Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
g.       Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
Ø  Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret
Ø  Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
Ø  Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
Ø  Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
Ø  Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
Ø  Mengurangi rangsangan kejang
Ø  Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia


2.       Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan.
dengan kriteria:
Ø  Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Intervensi
Rasional
a.       Kaji intake dan out put setiap 24 jam
b.       Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
c.       Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
d.      Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
e.       Pertahankan kepatenan NGT
Ø  Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
Ø  Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
Ø  Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
Ø  Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
Ø  Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh

3.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi
dengan kriteria:
Ø  Berat badan sesuai usia
Ø  makanan 90 % dapat dikonsumsi
Ø  Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang
Intervensi
Rasional
a.       Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan
b.       Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
c.       Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
d.      Timbang berat badan sesuai protokol
Ø  Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
Ø  Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air.
Ø  Suplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh
Ø  Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

4.       Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi
dengan kriteria:
Ø  Jalan nafas bersih dan tidak ada sekret
Ø  Pernafasan teratur
Intervensi
Rasional
a.       Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam
b.       Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
c.       Gunakan sudip lidah saat kejang
d.      Miringkan ke samping untuk drainage
e.       Pemberian oksigen 0,5 Liter
f.        Pemberian sedativa sesuai program
g.       Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut

Ø  Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret
Ø  Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi
Ø  Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
Ø  Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
Ø  Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
Ø  Mengurangi rangsangan kejang
Ø  Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia

5.       Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
dengan kriteria :
Ø  Klien tidak ada cedera
Ø  Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi
Rasional
a.       Identifikasi dan hindari faktor pencetus
b.       Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
c.       Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
d.      Lindungi pasien pada saat kejang
e.       Catat penyebab mulai terjadinya kejang
Ø  Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
Ø  Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
Ø  Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien
Ø  Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
Ø  Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang

6.       Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
dengan kriteria : Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi
Rasional
a.       Observai adanya kemerahan pada kulit
b.       Rubah posisi secara teratur
c.       Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
d.      Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
e.       Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
Ø  Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus
Ø  Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan
Ø  Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
Ø  Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
Ø  Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit

7.       Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi,
dengan kriteria : Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.

Intervensi
Rasional
a.       Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
b.       Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri
c.       Berikan makanan perparenteral
d.      Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Ø  Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
Ø  Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Ø  Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit

8.       Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang
Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria : Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
Intervensi
Rasional
a.       Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
b.       Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
c.       Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
d.      Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik
Ø  Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan
Ø  Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan
Ø  Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan kecemasan
Ø  Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga